Buka Ruang Diskusi, IPAS dan YMP Gandeng OPD Terkait

PARIMO, Bawainfo.id – Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) dan Yayasan Merah Putih (YMP) membuka ruang diskusi mengenai perubahan iklim hingga hak kesehatan seksual reproduksi (HKSR), kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS).

Ruang diskusi tersebut digelar dengan konsep lokakarya pada Senin, 20 Januari 2025 di Salah satu hotel di Parigi.

Dua yayasan tersebut menggundang Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) sebagai Narasumber.

Kepala Bidang Penataan dan Penaatan pada Dinas Lingkungan Hidup, Muh. Idrus selaku pemantik diskusis mengulas terkait aktivitas manusia yang memberikan dampak terhadap perubahan iklim.

“Termasuk kenaikan air muka laut, musim panas dan hujan yang tidak beraturan dan perubahan iklim ini bisa mempengaruhi kesehatan,” ujar Idrus.

Baca Juga :  Ada 8 Pejabat Utama (PJU) Polda Sulteng dan 6 Kapolres di Sulteng Bergeser

Sehingga kata dia, diperlukan adaptasi dan mitigasi untuk menyikapi perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim tidak bisa dihindari, karena berkaitan erat dengan aktivitas manusia.

Program yang dilakukan untuk meminimalisir dampak perubahan iklim ini, kata Idrus, diantaranya menghemat penggunaan sampah pelastik dengan menggunakan metode 3R ( reduce, reuse, recyle), menghemat penggunaan air dan listrik, melakukan penghijauan, mengedukasi masyarakat lewat program kampung iklim.

“Menghemat energi agar tidak menyumbang lebih banyak karbon, menjadi tugas semua orang,” tandasnya.

Selain itu, ada juga program carbon trap, dimana semakin banyak tutupan lahan (hutan), itu akan menguntungkan bagi daerah.

Baca Juga :  Wabup Parimo Terima Audiensi Balai Bahasa Sulteng, Bahas Pelestarian Bahasa Daerah

“Ada dana dari negara- negara yang terdampak untuk mengurangi emisi karbon, itu dilihat dari seberapa luas tutupan lahan kita. Sehingga kita harus rajin menanam,” terangnya.

Sementara itu, Plt Kepala DP3AP2KB Kartikowati sebagai pemateri selanjutnya fomkus membahas tentang
hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) dan kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS).

Menurutnya, kekerasan terdiri dari beberapa bentuk yaitu fisik, mental dan seksual juga ancaman. Objeknya adalah perempuan dan anak sebagai kaum yang rentan.

Kekerasan seksual berupa pemerkosaan, persetubuhan atau pencabulan, pelecehan, ancaman eksploitasi kekerasan seksual dengan modus ekonomi.

Baca Juga :  PPK Parigi Barat Laksanakan Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara PSU: Partisipasi Pemilih Capai 64 Persen

“Kekerasan ekonomi seperti penelantaran. Kekerasan psikis misalnya dimaki-maki.
Kaum rentan selain perempuan dan anak juga lansia,” ujarnya.

Berdasarkan data dari aplikasi SIMPONI, terdapat 148 kasus kekerasan seksual perempuan dan anak. Semakin meningkat dalam kurun waktu 2021-2024.

“Yang lebih tinggi itu kekerasan pada anak. Ini diambil dari aplikasi SIMPONI milik Kementerian, yang melibatkan kepolisian atau lembaga lain yang ikut membantu penanganan kasus kekerasan,” jelasnya.

Pantauan media ini, lokakarya dan diskusi itu dipandu Deputi Yayasan Merah Putih,
Zaiful. Kegiatan ini dihadiri Kepala UPT KPH Dolago-Tanggunung, pemerintah desa, perwakilan Dinas Kesehatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan organisasi.

Penulis: B4M5Editor: Wawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *