PARIMO, bawainfo.id– Praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) kembali menjadi sorotan tajam di Kabupaten Parigi Moutong. Tiga bos PETI di wilayah Kayuboko, Sipayo, dan Moutong diduga keras melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mengancam mereka dengan pidana penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 miliar.
Ketua FPK Parigi Moutong, Arifin Lamalindu, menegaskan persoalan PETI bukanlah hal baru, melainkan pekerjaan rumah lama yang hingga kini tak kunjung dituntaskan pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum.
“PETI adalah aktivitas ilegal yang tidak mengindahkan prinsip pertambangan yang baik. Dampaknya jelas, merusak lingkungan, mengganggu ekonomi, menimbulkan masalah sosial, bahkan berpotensi memicu konflik horizontal hingga merenggut nyawa,” tegas Arifin, Senin, 25 Agustus 2025.
Menurutnya, keberadaan PETI juga mengabaikan kewajiban para penambang sebagaimana diatur dalam regulasi resmi. Alih-alih memberi manfaat, PETI justru lebih banyak membawa mudarat.
Arifin mendesak Pemda Parigi Moutong segera melakukan inventarisasi lokasi PETI dan menata wilayah pertambangan dengan regulasi yang jelas. Ia juga menekankan perlunya keberanian pemerintah daerah dan aparat kepolisian dalam menindak tegas para cukong tambang ilegal.
“Bupati dan Kapolres Parigi Moutong tidak boleh kalah dengan cukong PETI. Ingat, semua pejabat dan aparat bekerja di bawah sumpah untuk kepentingan rakyat, bukan golongan apalagi pribadi,” ujarnya mengingatkan.
Sebagai informasi, dalam Pasal 158 UU Minerba disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Sementara pada Pasal 160, dijelaskan bahwa pemegang IUP tahap eksplorasi yang nekat melakukan produksi juga diancam pidana serupa.